Legenda "Limuno" (The Princess of Tanaku)

Sebuah cerita yang terjadi di sebuah desa yang bernama Teluk Pinang Sebatang sekarang bernama Koto Taluk terletak diseberang Sintuo. Buku ini menceritakan tentang asalmuasal nama Limuno.

Asal Muasal Orang Kuantan

BERBAGAI penelitian arkeologi, etnolinguistik, hingga kebudayaan di seluruh dunia mengatakan bahwa orang Kuantan adalah Melayu. Ketika gelombang arus migrasi pertama sekitar 1000 tahun SM

Kerajaan Koto Alang

Situs Kerajaan Koto Alang ini telah sangat lama terlupakan. Hanya beberapa Tokoh adat yang tetap menjaganya. Walau dijaga, tetap saja tak lepas dari tangan jahil yang suka memperjual belikan Benda Cagar Budaya (BCB) yang terdapat di lokasi

Negeri Silat Bukit Sangkar Puyuh (Pangean)

Kabupaten Kuantan Singingi terletak pada 1010 - 1020 BT dan 00 - 10 LS, dengan luas wilayah yang meliputi lebih kurang 7.656,03 Km2. Awalnya mempunyai enam kecamatan defenitif yaitu Kuantan Mudik

Misteri Dayung Buat Si Ratu Wilhelmina

Pacu Jalur adalah sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di Propinsi Riau. Lomba dayung ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan

Oct 9, 2010

Pacu Godok Percobaan Pacu Jalur

pacu jalur

Satu diantara kesenian rakyat yang cukup popular di rantau kuantan ialah kesenian Jalur. Jalur merupakan sebuah perahu besar panjang, yang bermuatan sekitar 50 orang. Jalur ini dipacukan di Sungai Kuantan. Yang memacukan jalur disebut Anak Pacu. Anak pacu itu ada lima macam; Tukang tari 1 orang, berada dihaluan jalur.

Satu orang Tukang Concang, pengatur kecepatan berkayuh semua anak pacu. 1 orang timbo ruang untuk penimba air yang masuk kedalam jalur serta memberi aba-aba muli berkayuh dan pemberi semangat kepada anak pacu, dua orang Tukang Uwik (juru mudi) dan satu orang Tukang Onjai yang berperanan untuk menggerak-gerakkan kemudi dan haluan jalur, agar jalur melaju dengan cepat. Untuk mengetahui lebih jelas tentang Pacu jalur sobat bisa membaca postingan yang ini Pacu Jalur Khasanah Budaya Kuantan Singingi, baiklah marilah kita lanjutkan ceritan tentang Pacu Godok

Maka, apabila sebuah jalur sudah selesai dibuat dicobakanlah jalur itu melawan jalur lain. Untuk mencobakannya inilah yang diadakan Pacu Godok. Disebut Pacu Godok, karena biasanya setelah selesai uji coba memacukan jalur atau setelah selesai latihan pacu, maka semua Anak Pacu diberi semacam kue yang disebut Godok. Itulah sebabnya pacu uji-coba itu disebut juga Pacu Godok.
 
http://www.sungaikuantan.com/2009/03/pacu-godok-percobaan-pacu-jalur.html 

Oct 2, 2010

Pantun Bujang Gadi Kuantan Singingi

Seni-Sastra Kuansing sebuah kebiasaan yang telah pudar dikalangan anak muda / bujang gadi Kuantan Singingi adalah berpantun, Kami mencoba memunculkannya kembali, hanya beberapa saja yang bisa ditampilkan disini, harap maklum pada pengunjung blog ini, berikut petikannya :

Urang toluak mangopuang patin
Dapek kan lomak duo-duo
Adiak la jojok dalam ati
Kami dek bongak saying juo

Ayiar salupak dalam talam
Ayiar digoluak dimandisi
Kuniang tadogak Tongah malam
Banral dipoluk ditangisi

Limau mani di topi ladang
Jatuah malayang saleronyo
Itam mani barambuik panjang
Siang jo malam dimabuaknyo

Masak bua marapolam
Dimakan anak biapari
Jawek kasiah tarimo salam
Mintak dipogang sampai mati

Totak rotan tigo eto
Den bao ka koto kari
Ombak dilawik sakutiko
Omba di dado sari-sari

Tinggi bukik gunuang sahilan
Tampak nan dari gunuang juda
Ambiak kain panjang sambilan
Paambin kasiah sayang tak suda

http://www.sungaikuantan.com/2009/02/pantun-bujang-gadi-kuantan-singingi.html

Teka Teki Melayu Rantau Kuantan

Teka+Teki+Melayu+Rantau+KuantanRantau Kuantan itu sekarang tergabung dengan Kabupaten Kuantan Singingi. Masyarakat Rantau Kuantan adalah masyarakat Melayu Riau Daratan yang menggunakan dialek bahasa Melayu Khas Rantau Kuantan dalam kehidupn sehari-harinya. Dalam berbahasa tentu tak lepas dari sastra, terutama sastra lisan. Teka-teki Melayu Rantau Kuantan salah satu sastra lisan itu. Teka-teki yang lazim dibahasakan oleh masyarakat Melayu Rantau Kuantan adalah "Toka-Toki," pelafalan huruf A menjadi huruf O. Toka-toki Melayu Rantau Kuantan ini terbagi atas; Penutur, Fungsi, Waktu dan Bahasa.

1. Penutur Toka-toki

Di dalam penelitian ini pembicaraan mengenai penutur teka-teki di dalam masyarakat Kuantan Singingi dibagi atas tingkatan usia, tingkatan sosial, dan tingkatan pendidikan. Di dalam masyarakat Kuantan Singingi, penutur toka-toki tidak terbatas pada tingkatan usia tertentu. Semua usia, mulai dari usia anak-anak sampai dewasa menjadi bagian dari penutur toka-toki ini. Walaupun dituturkan oleh semua kalangan usia, anak-anak merupakan penutur terbanyak. Pada usia ini pula berbagai toka-toki mereka kuasai. Seiring dengan pertambahan usia, toka-toki yang mereka kuasai akan semakin sedikit. Hal tersebut dikarenakan toka-toki itu sudah semakin jarang atau bahkan tidak pernah lagi dimainkan atau dituturkan.

Dalam penuturan teka-teki, tidak terdapat perbedaan antara masyarakat yang dapat dikatakan sebagai kelas atas ataupun masyarakat kelas bawah. Mereka sama-sama penutur teka-teki yang bentuknya tidak berbeda.
Penutur teka-teki di Kuantan Singingi juga tidak dibedakan atas tingkatan pendidikan yang dimilikinya. Pada tingkatan ini perbedaan hanya ditemukan pada pembuatan teka-teki yang baru. Biasanya karena pengetahuan dan wawasan yang semakin luas, konsep, dan benda-benda sekitar yang dijadikan teka-teki juga semakin beragam dan kompleks. Akan tetapi, pada akhirnya teka-teki yang dibuat oleh orang terpelajar pun akan tersebar pada masyarakat yang tidak berpendidikan.

2. Waktu Berteka-teki

Toka-toki merupakan permainan kata-kata yang dilakukan hampir sepanjang waktu setiap harinya. Tidak ada pengaturan waktu khusus yang diperuntukkan bagi permainan ini. Akan tetapi, ada waktu-waktu tertentu yang kerap digunakan masyarakat Kuantan Singingi untuk melakukan permainan ini.

2.1 Waktu Bermain-main
Permainan teka-teki paling sering dilakukan pada saat anak-anak berkumpul dan bermain-main. Hal itu bisa mereka lakukan sepanjang hari, dari pagi hingga sore hari. Kegiatan tersebut dapat mereka lakukan pada pagi hari, apabila mereka tidak bersekolah atau sedang libur sekolah. Sementara bagi mereka yang bersekolah, bermain teka-teki dapat mereka lakukan pada waktu jam-jam istirahat. Adapun sore hari adalah waktu yang paling sering digunakan anak-anak Kuantan Singingi untuk bermain-main karena cuaca mulai sejuk dan mereka pun sudah pulang dari sekolah atau selesai membantu orang tua. Pada waktu ini pulalah mereka bermain teka-teki disela-sela kegiatan bermain setatak, bermain bola, atau berenang-renang di sungai.

2.2 Sesudah Mengaji atau akan Tidur di Surau
Dahulunya sudah menjadi tradisi di dalam masyarakat Kuantan Singingi bahwa selesai mengaji, anak-anak laki-laki akan tidur di surau tersebut. Mereka ditemani beberapa orang dewasa. Sebelum tidur, orang-orang dewasa ini akan memberikan petuah-petuah yang berguna bagi kehidupan anak-anak itu kelak. Selain itu, sebelum tidur anak-anak ini kerap bermain toka-toki dalam posisi duduk atau posisi berbaring. Seringkali pula, pelita sebagai penerang sudah pula dipadamkan sehingga suasana terasa gelap. Pada kondisi yang demikianlah mereka bermain toka-toki. Sampai kemudian mereka tertidur lelap.

2.3 Menjemur Padi
Salah satu kegiatan di bidang pertanian adalah menjemur padi. Setelah panen, padi yang sudah dituai, dijemur di panas matahari sehingga mudah untuk ditumbuk atau digiling di tempat penggilingan padi (huller). Penjemuran ini dapat berlangsung selama seharian. Bahkan apabila matahari tidak terlalu terik, penjemuran ini dapat berlangsung berhari-hari. Ketika dijemur, padi harus ditunggui karena padi tersebut harus dibalik dan dikirai supaya cepat matang sehingga kulitnya mudah terlepas. ketika ditumbuk atau digiling di mesin penggiling. Penjemuran padi itu perlu pula ditunggui supaya padi-padi itu tidak dimakan ayam. Pada saat menunggui padi inilah, para perempuan Kuantan Singingi acapkali mengisi waktu mereka dengan bermain toka-toki.

2.4 Mencari Kutu
Setelah melakukan pekerjaan di sawah dan pekerjaan rumah tangga lainnya, biasanya pada sore hari, perempuan-perempuan Kuantan Singingi mempergunakan waktunya untuk bercengkrama dengan keluarga dan bersosialisasi dengan tetangga. Biasanya apabila semuanya terdiri dari kaum perempuan, kalau ada anak laki-laki kecil tidak masalah, mereka berkumpul di tangga rumah atau juga pelantar sambil duduk-duduk mencari kutu. Selain membicarakan berbagai hal, bahkan juga menggosip, mereka juga bermain toka-toki.

3 Fungsi Teka-teki dalam Masyarakat Kuantan Singingi
Di dalam masyarakat Kuantan Singingi teka-teki mempunyai fungsi seperti di bawah ini.

3.1 Berpikir dan Menyampaikan Pendidikan
Teka-teki terdiri atas dua bagian penting, yaitu bagian pertanyaan (topic) dan bagian jawaban (referent). Kedua bagian ini dapat dilihat hubungannya secara langsung, yaitu ketika teka-teki tersebut bersifat harfiah. Akan tetapi, seringkali pula teka-teki tersebut tidak dapat dilihat hubungannya secara langsung karena bersifat metaforis.

Teka-teki yang bersifat harfiah akan lebih mudah mencari jawabannya dibandingkan teka-teki yang bersifat metaforis. Akan tetapi, kedua bentuk teka-teki tersebut tetap saja memerlukan pemikiran untuk menemukan jawabannya.
Bermain teka-teki menuntut para penutur dan penjawabnya untuk berpikir. Penutur atau orang yang memberikan pertanyaan teka-teki akan berusaha membuat teka-tekinya sulit dijawab oleh penjawab. Mereka akan mendapatkan kepuasan ketika teka-tekinya tidak dapat terjawab.

Sebagian besar toka-toki yang ada di dalam masyarakat Kuantan Singingi mempunyai jawaban yang berupa benda-benda atau hal-hal yang ada di dalam lingkungan mereka. Dengan demikian, masyarakat, terutama anak-anak akan dibimbing untuk mengetahui, misalnya ciri-ciri benda-benda di sekitar mereka melalui teka-teki.

Dalam batang ado daun
Dalam daun ado isi

‘Dalam batang ada daun
dalam daun ada isi’
(Hamidy, 1995:173)

Jawaban toka-toki di atas adalah lemang. Lemang merupakan salah satu makanan khas masyarakat Kuantan Singingi yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan santan lalu dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dialas dengan daun pisang dan kemudian didiang dalam jarak tertentu.

Omak manjaik, bapak marokok
‘Emak menjahit, bapak merokok’

Jawab: kareta api ‘kereta api’

Tidak hanya benda atau hal-hal yang dekat dengan mereka, melalui toka-toki mereka juga mendapatkan pengetahuan dan wawasan baru yang asing atau tidak akrab dengan mereka, seperti jawaban toka-toki di atas. Kereta api merupakan alat transportasi yang cukup canggih yang sebelumnya tidak dikenal masyarakat Kuantan Singingi. Pengetahuan ini merupakan hal yang cukup baru dibandingkan pengetahuan mengenai lemang yang lebih akrab dengan masyarakat Kuantan Singingi. Dengan demikian, toka-toki juga dapat sebagai sarana penyampaian pendidikan dan ilmu pengetahuan.

3.2 Hiburan
Waktu pelaksanaan bermain toka-toki ini cenderung pada waktu-waktu senggang atau sebagai “perintang waktu”. Oleh karena itu, ada kecenderungan fungsi toka-toki lebih bersifat hiburan dan pengisi waktu. Hal ini akan terlihat jelas pada toka-toki yang isinya terkesan bermain-main saja.

Cirik apo nan dimakan urang?
‘Cirit apa nan dimakan orang?’
(Hamidy, 1995:172)

Jawaban toka-toki tersebut tidak terduga karena orang tidak akan menyangka jawaban yang demikian. Orang cenderung berpikir cirik ‘cirit’ yang dimaksud adalah ‘kotoran manusia’ bukan cirik minyak ‘cirit minyak’ yang merupakan nama makanan. Ketidakterdugaan dan kelucuan inilah yang membuat toka-toki ini menjadi hiburan belaka bagi penikmatnya.

2.3.3 Menggoda
Di dalam masyarakat Kuantan Singingi, teka-teki juga berfungsi untuk menggoda orang lain. Toka-toki dengan fungsi ini berhubungan dengan pemikiran orang mengenai sesuatu yang porno atau cabul, seperti seks.

Baradu bulu samo bulu, ilang akal
‘beradu bulu sama bulu, hilang akal’

Jawab: urang tatiduar, bulu mato bagian ate dan bawah baradu
‘Orang tertidur, bulu mata bagian atas dan bawah beradu’
(Hamidy, 1995:172)

Orang berpikir jawaban teka-teki tersebut berhubungan dengan sesuatu yang porno. Pernyataan baradu bulu samo bulu, ilang akal ‘beradu bulu sama bulu, membuat orang mengasosiasikannya dengan kondisi orang yang sedang bersetubuh. Apalagi kemudian ditambah dengan pernyataan hilang akal yang membuat seolah asosiasi tersebut benar. Padahal jawabannya adalah orang yang tertidur.
Toka-toki yang membuat orang berpikir “jorok” tersebut disengaja untuk menggoda penerka dan orang-orang yang mendengar toka-toki ini. Tujuan ini akan lebih tercapai apabila diajukan kepada seorang gadis.

4. Bahasa Teka-teki

4.1 Kata Penanya dalam Toka-toki
Teka-teki merupakan permainan kata-kata yang membutuhkan jawaban. Oleh karena itu, sebagian besar teka-teki mengandung kata penanya. Di dalam teka-teki yang terdapat di Kuantan Singingi, kata penanya yang sering digunakan adalah kata penanya siapo; sapo ‘siapa’ dan apo ‘apa’.

4.1.1 Siapo; sapo
Salah satu kata penanya yang digunakan di dalam toka-toki Kuantan Singingi adalah kata tanya siapo ‘siapa’. Kadang kata siapo ini bervariasi dengan kata sapo, kata penanya yang menanyakan atau merujuk pada orang.

Sapo nen barani ngakok kapalo parasiden
Sapo ru?

‘Siapa yang berani memegang kepala presiden
Siapa itu?’

Sementara pada teka-teki di bawah ini penggunaan kata tanya sapo tidak berhubungan dengan jawaban teka-teki. Kata tanya pada teka-teki tersebut berfungsi sebagai penjebak bagi penerka teka-teki. Dengan tambahan kalimat Sapo dapek den tokok membuat orang yang memberikan teka-teki mendapatkan alasan untuk memukul si penerka kalau teka-teki itu dapat dijawab. Biasanya, teka-teki yang diajukan ini adalah teka-teki yang mudah dijawab.

Toka-toki kok, ular mati pandai merokok
Sapo dapek den tokok

‘toka-toki kok, ular mati pandai merokok
Siapa dapat saya pukul’

4.1.2 Apo (Apo ru, Apo lo ru, Apo tu, Apo jie kilen)
Kata penanya apo ‘apa’ dipakai untuk menanyakan barang atau benda. Di dalam toka-toki Kuantan Singingi apabila terdapat kata penanya ini berarti jawaban teka-teki yang diminta adalah berupa barang atau benda.

Cirik apo nan orun?
‘Cirit apa nan harum?’

Di dalam teka-teki, kata penanya apo ‘apa’ dapat terletak di dalam kalimat atau awal kalimat.

Apo ngan kamano poi mambao rumah?
‘Apa yang kemana pergi membawa rumah?’

Ada pula toka-toki yang diawali dengan cerita terlebih dahulu. Setelah itu, pada kalimat berikutnya muncullah kalimat tanya yang berhubungan dengan cerita yang disebutkan di muka. Kata tanya apo ‘apa’ di dalam kalimat tersebut bervariasi dengan kata ru atau tu, yang di dalam kalimat ini dapat diartikan ‘itu’, Apo lo ru ‘Apa pula itu?’ dan Apo gaak ru ‘Apa pula agaknya/kiranya itu’.

Ayiar, ayiar apo nen ndak bisa dimasuakkan ka botol?
Apo ga ak ru?

‘Air, air apa yang tidak bisa dimasukkan ke dalam botol?’
‘Apa agaknya itu/ apa kira-kira itu?’

Contoh-contoh di atas tidak menjelaskan berapa jumlah si penerka teka-teki. Dengan demikian, si penerka dapat berjumlah satu orang, tetapi dapat pula lebih. Namun, pada teka-teki berikut, kata tanya apo ‘apa’ diikuti kata ganti yang menunjukkan bahwa si penerka teka-teki berjumlah banyak, minimal dua orang. Hal itu tampak pada teka-teki di bawah ini yang menggunakan kata tanya apo yang bervariasi dengan kata ru kilen. Kata kilen itulah yang mengandung makna banyak, yang berarti ‘kalian’.

Kalau ka ruma urang tutupke pintu ru
Kalau poi urang bukak a e pintu ru
Apo ru kilen?

‘Kalau ke rumah orang, tutupkan pintunya
Kalau pergi orang bukakan pintunya
Apa itu [kata] kalian?’

5. Penggunaan Bahasa Literal dan Bahasa Metaforis
Bahasa yang digunakan di dalam toka-toki dapat bersifat literal (harfiah), tetapi dapat pula bersifat metaforis (kiasan). Hal tersebut dapat dilihat pada penjelasan berikut.

5.1 Bahasa Literal
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:679) literer adalah ‘berhubungan dengan tradisi tulis’. Adapun bahasa literer dapat diartikan sebagai bahasa yang berhubungan dengan bahasa tulis. Penggunaan bahasa ini berimplikasi pada makna kata atau kalimat yang bersifat literal pula, yaitu mengartikan sesuai dengan apa yang tertulis. Beberapa toka-toki Kuantan Singingi menggunakan bahasa jenis ini.

Disobuik sakali bulieh dimakan
Disobuik duo kali ndak bisa dimakan

‘Disebut sekali boleh dimakan
Disebut dua kali tidak bisa dimakan’

Pertanyaan disobuik sakali bulieh dimakan mempunyai jawaban kacang. Sedangkan pertanyaan kedua disobuik duo kali ndak bisa dimakan mempunyai jawaban kacang-kacang. Baik pertanyaan, maupun jawaban di atas mengandung makna literal karena keduanya mempunyai makna apa adanya; yang sebenarnya.

5.2. Bahasa Metaforis
Orang Melayu adalah orang yang cenderung berpikir metaforis (Hamidy, 2001:14). Hal ini disebabkan sifat orang Melayu yang cenderung mengemukakan sifat malu. Dengan demikian, mereka lebih suka mengatakan sesuatu secara tidak langsung dan mempergunakan perlambang-perlambang dan kiasan-kiasan untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran mereka.
Hal tersebut terlihat pula di dalam toka-toki. Penggunaan bahasa yang metaforis pada sebagian besar toka-toki yang terkumpul di dalam penelitian ini sangat menonjol.

Pak, pak picik pusek deen
Deen nak iduk a
Apo lo ru?
‘Pak, pak tekan/pencet pusat saya
Saya mau hidup’


Toka-toki di atas menggunakan bahasa yang metaforis. Masyarakat Melayu Kuantan Singingi membuat pertanyaan toka-toki yang mempunyai jawaban senter tersebut dengan mempergunakan kiasan. Tombol yang ada pada senter dianggap pusek ‘pusat’. Sementara nyala senter digambarkan sebagai keinginan sesuatu itu untuk hidup. Penggunaan kata “hidup” di dalam toka-toki tersebut berdasarkan diksi yang biasa digunakan masyarakat Melayu Kuantan Singingi, yang memilih kata hidup untuk kata menyala pada lampu atau senter.

http://www.sungaikuantan.com/2010/02/teka-teki-melayu-rantau-kuantan.html

Penemuan Fosil di Logas-Kuansing

Penemuan Fosil di Logas-KuansingBaru-baru ini, ditemukan fosil jutaan tahun di Sungai Singingi, Kecamatan Logas, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Riau mungkin harus menulis ulang sejarahnya pasca ditemukannya fosil dari zaman prasejarah di Logas itu. Beberapa benda yang diperkirakan berusia jutaan tahun itu ditemukan oleh tim peneliti dari Pusat Studi Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Tim peneliti yang beranggotakan beberapa arkeolog, sejarawan, peneliti budaya, dan ahli geologi itu bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. Pusat Studi Kebudayaan UGM dan Disbudpar Riau bekerja sama menyusun kebijakan tentang budaya lokal daerah yang akan dijadikan Rencana Induk Pengembangan Kebudayaan Melayu.

Ketua tim, Dr Widya Nayati MA, dalam jumpa pers di Hotel Aryaduta, Pekanbaru, Selasa (12/8) malam, mengatakan, hasil temuan tim selanjutnya akan dibawa ke Yogyakarta untuk dikaji lebih mendalam secara akademis.

“Tapi ini tetap milik Riau dan UGM, dan kita harap museum di sini menyimpannya,” ungkap Widya.

Temuan berupa kapak perimbas, penetak, serpih, dan serut oleh tim dari UGM ini membatalkan fakta lama yang meletakkan Candi Muara Takus sebagai tonggak awal sejarah kebudayaan Riau. Usia batu fosil itu diperkirakan berasal dari zaman Pleistosen.

Dari hasil analisa geologis UGM, Agus Trihascahyo ST.SS.MSc, batuan memiliki kekerasan hingga 7 pada skala mosh.

“Sebagai ukuran, berlian memiliki kekerasan 10 pada skala mosh,” ujar Agus.

Untuk usia pasti dari benda-benda itu, Agus belum dapat memastikan. “Kami tidak menggunakan absolute dating untuk memastikan usia. Tapi menggunakan relatives dating,” imbuhnya.


Menurut Agus, relatives dating, adalah penentuan umur sebuah benda berdasarkan tingkat teknologi benda itu sendiri. Dengan dasar itu, dapat diperoleh perkiraan budaya paleolitiknya. Selanjutnya, dengan dasar tingkat budayanya, tim memperkirakan benda prasejarah itu milik pithecanthropus, atau mungkin homo sapiens.

Tetapi, Widaya maupun Agus masih belum dapat memberikan keterangan pasti perihal manusia pemilik benda itu. Pasalnya, sejauh ini tim belum menemukan fosil manusia.

“Ini butuh pencarian lanjutan,” ungkap Agus.

Agus menekankan, saat ini yang paling dibutuhkan adalah pengamanan lokasi temuan dari peneliti asing. maupun perusakan oleh masyarakat lokal. Selain kelanjutan penelitian.

Menurut Widya, temuan merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya bagi dunia arkeologi.

“Tidak hanya Riau, bahkan Asia dan dunia,”ujar Widya yang juga ahli spesialis budaya perdagangan abad ke-17.

Riau saat ini menjadi provinsi ketiga yang memiliki kekayaan prasejarah. Penemuan benda prasejarah pertama di Sumatera menurut Widya adalah di Lahat, Sumsel, kemudian Kalianda, Lampung, dan Logas Kuansing, Riau.

Perlu Bukti LainSejarawan Riau Suwardi MS berpendapat penemuan itu perlu dikomparasikan dengan temuan purbakala yang ada di Trinil, pusat temuan manusia purba di Indonesia. Logas selama ini terkenal sebagai penghasil batu akik. Belum tentu benda-benda yang ditemukan adalah hasil karya manusia purba.

“Bisa jadi batu yang menyerupai kapak disebabkan pecahan alam atau dipecah perajin akik,” ujarnya, Kamis (13/8).

Profesor yang termasuk lima tokoh referensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang kebudayaan Melayu ini menegaskan perlu bukti lain untuk menyatakan temuan di Logas merupakan peninggalan prasejarah. Untuk memperkuat temuan perlu ada bukti lain berupa tengkorak atau bagian tubuh manusia purba.

Suwardi mencontohkan penemuan di Trinil. Penemuan yang menjadi tolok ukur manusia purba dunia ini awalnya ditemukan dalam bentuk bagian tubuh. Sementara peralatan dan perkakas yang mereka gunakan ditemukan di kemudian hari. (sumber: Tribun Pekanbaru)

http://www.sungaikuantan.com/2009/08/penemuan-fosil-di-logas-kuansing.html