Oct 2, 2010

Teka Teki Melayu Rantau Kuantan

Teka+Teki+Melayu+Rantau+KuantanRantau Kuantan itu sekarang tergabung dengan Kabupaten Kuantan Singingi. Masyarakat Rantau Kuantan adalah masyarakat Melayu Riau Daratan yang menggunakan dialek bahasa Melayu Khas Rantau Kuantan dalam kehidupn sehari-harinya. Dalam berbahasa tentu tak lepas dari sastra, terutama sastra lisan. Teka-teki Melayu Rantau Kuantan salah satu sastra lisan itu. Teka-teki yang lazim dibahasakan oleh masyarakat Melayu Rantau Kuantan adalah "Toka-Toki," pelafalan huruf A menjadi huruf O. Toka-toki Melayu Rantau Kuantan ini terbagi atas; Penutur, Fungsi, Waktu dan Bahasa.

1. Penutur Toka-toki

Di dalam penelitian ini pembicaraan mengenai penutur teka-teki di dalam masyarakat Kuantan Singingi dibagi atas tingkatan usia, tingkatan sosial, dan tingkatan pendidikan. Di dalam masyarakat Kuantan Singingi, penutur toka-toki tidak terbatas pada tingkatan usia tertentu. Semua usia, mulai dari usia anak-anak sampai dewasa menjadi bagian dari penutur toka-toki ini. Walaupun dituturkan oleh semua kalangan usia, anak-anak merupakan penutur terbanyak. Pada usia ini pula berbagai toka-toki mereka kuasai. Seiring dengan pertambahan usia, toka-toki yang mereka kuasai akan semakin sedikit. Hal tersebut dikarenakan toka-toki itu sudah semakin jarang atau bahkan tidak pernah lagi dimainkan atau dituturkan.

Dalam penuturan teka-teki, tidak terdapat perbedaan antara masyarakat yang dapat dikatakan sebagai kelas atas ataupun masyarakat kelas bawah. Mereka sama-sama penutur teka-teki yang bentuknya tidak berbeda.
Penutur teka-teki di Kuantan Singingi juga tidak dibedakan atas tingkatan pendidikan yang dimilikinya. Pada tingkatan ini perbedaan hanya ditemukan pada pembuatan teka-teki yang baru. Biasanya karena pengetahuan dan wawasan yang semakin luas, konsep, dan benda-benda sekitar yang dijadikan teka-teki juga semakin beragam dan kompleks. Akan tetapi, pada akhirnya teka-teki yang dibuat oleh orang terpelajar pun akan tersebar pada masyarakat yang tidak berpendidikan.

2. Waktu Berteka-teki

Toka-toki merupakan permainan kata-kata yang dilakukan hampir sepanjang waktu setiap harinya. Tidak ada pengaturan waktu khusus yang diperuntukkan bagi permainan ini. Akan tetapi, ada waktu-waktu tertentu yang kerap digunakan masyarakat Kuantan Singingi untuk melakukan permainan ini.

2.1 Waktu Bermain-main
Permainan teka-teki paling sering dilakukan pada saat anak-anak berkumpul dan bermain-main. Hal itu bisa mereka lakukan sepanjang hari, dari pagi hingga sore hari. Kegiatan tersebut dapat mereka lakukan pada pagi hari, apabila mereka tidak bersekolah atau sedang libur sekolah. Sementara bagi mereka yang bersekolah, bermain teka-teki dapat mereka lakukan pada waktu jam-jam istirahat. Adapun sore hari adalah waktu yang paling sering digunakan anak-anak Kuantan Singingi untuk bermain-main karena cuaca mulai sejuk dan mereka pun sudah pulang dari sekolah atau selesai membantu orang tua. Pada waktu ini pulalah mereka bermain teka-teki disela-sela kegiatan bermain setatak, bermain bola, atau berenang-renang di sungai.

2.2 Sesudah Mengaji atau akan Tidur di Surau
Dahulunya sudah menjadi tradisi di dalam masyarakat Kuantan Singingi bahwa selesai mengaji, anak-anak laki-laki akan tidur di surau tersebut. Mereka ditemani beberapa orang dewasa. Sebelum tidur, orang-orang dewasa ini akan memberikan petuah-petuah yang berguna bagi kehidupan anak-anak itu kelak. Selain itu, sebelum tidur anak-anak ini kerap bermain toka-toki dalam posisi duduk atau posisi berbaring. Seringkali pula, pelita sebagai penerang sudah pula dipadamkan sehingga suasana terasa gelap. Pada kondisi yang demikianlah mereka bermain toka-toki. Sampai kemudian mereka tertidur lelap.

2.3 Menjemur Padi
Salah satu kegiatan di bidang pertanian adalah menjemur padi. Setelah panen, padi yang sudah dituai, dijemur di panas matahari sehingga mudah untuk ditumbuk atau digiling di tempat penggilingan padi (huller). Penjemuran ini dapat berlangsung selama seharian. Bahkan apabila matahari tidak terlalu terik, penjemuran ini dapat berlangsung berhari-hari. Ketika dijemur, padi harus ditunggui karena padi tersebut harus dibalik dan dikirai supaya cepat matang sehingga kulitnya mudah terlepas. ketika ditumbuk atau digiling di mesin penggiling. Penjemuran padi itu perlu pula ditunggui supaya padi-padi itu tidak dimakan ayam. Pada saat menunggui padi inilah, para perempuan Kuantan Singingi acapkali mengisi waktu mereka dengan bermain toka-toki.

2.4 Mencari Kutu
Setelah melakukan pekerjaan di sawah dan pekerjaan rumah tangga lainnya, biasanya pada sore hari, perempuan-perempuan Kuantan Singingi mempergunakan waktunya untuk bercengkrama dengan keluarga dan bersosialisasi dengan tetangga. Biasanya apabila semuanya terdiri dari kaum perempuan, kalau ada anak laki-laki kecil tidak masalah, mereka berkumpul di tangga rumah atau juga pelantar sambil duduk-duduk mencari kutu. Selain membicarakan berbagai hal, bahkan juga menggosip, mereka juga bermain toka-toki.

3 Fungsi Teka-teki dalam Masyarakat Kuantan Singingi
Di dalam masyarakat Kuantan Singingi teka-teki mempunyai fungsi seperti di bawah ini.

3.1 Berpikir dan Menyampaikan Pendidikan
Teka-teki terdiri atas dua bagian penting, yaitu bagian pertanyaan (topic) dan bagian jawaban (referent). Kedua bagian ini dapat dilihat hubungannya secara langsung, yaitu ketika teka-teki tersebut bersifat harfiah. Akan tetapi, seringkali pula teka-teki tersebut tidak dapat dilihat hubungannya secara langsung karena bersifat metaforis.

Teka-teki yang bersifat harfiah akan lebih mudah mencari jawabannya dibandingkan teka-teki yang bersifat metaforis. Akan tetapi, kedua bentuk teka-teki tersebut tetap saja memerlukan pemikiran untuk menemukan jawabannya.
Bermain teka-teki menuntut para penutur dan penjawabnya untuk berpikir. Penutur atau orang yang memberikan pertanyaan teka-teki akan berusaha membuat teka-tekinya sulit dijawab oleh penjawab. Mereka akan mendapatkan kepuasan ketika teka-tekinya tidak dapat terjawab.

Sebagian besar toka-toki yang ada di dalam masyarakat Kuantan Singingi mempunyai jawaban yang berupa benda-benda atau hal-hal yang ada di dalam lingkungan mereka. Dengan demikian, masyarakat, terutama anak-anak akan dibimbing untuk mengetahui, misalnya ciri-ciri benda-benda di sekitar mereka melalui teka-teki.

Dalam batang ado daun
Dalam daun ado isi

‘Dalam batang ada daun
dalam daun ada isi’
(Hamidy, 1995:173)

Jawaban toka-toki di atas adalah lemang. Lemang merupakan salah satu makanan khas masyarakat Kuantan Singingi yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan santan lalu dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dialas dengan daun pisang dan kemudian didiang dalam jarak tertentu.

Omak manjaik, bapak marokok
‘Emak menjahit, bapak merokok’

Jawab: kareta api ‘kereta api’

Tidak hanya benda atau hal-hal yang dekat dengan mereka, melalui toka-toki mereka juga mendapatkan pengetahuan dan wawasan baru yang asing atau tidak akrab dengan mereka, seperti jawaban toka-toki di atas. Kereta api merupakan alat transportasi yang cukup canggih yang sebelumnya tidak dikenal masyarakat Kuantan Singingi. Pengetahuan ini merupakan hal yang cukup baru dibandingkan pengetahuan mengenai lemang yang lebih akrab dengan masyarakat Kuantan Singingi. Dengan demikian, toka-toki juga dapat sebagai sarana penyampaian pendidikan dan ilmu pengetahuan.

3.2 Hiburan
Waktu pelaksanaan bermain toka-toki ini cenderung pada waktu-waktu senggang atau sebagai “perintang waktu”. Oleh karena itu, ada kecenderungan fungsi toka-toki lebih bersifat hiburan dan pengisi waktu. Hal ini akan terlihat jelas pada toka-toki yang isinya terkesan bermain-main saja.

Cirik apo nan dimakan urang?
‘Cirit apa nan dimakan orang?’
(Hamidy, 1995:172)

Jawaban toka-toki tersebut tidak terduga karena orang tidak akan menyangka jawaban yang demikian. Orang cenderung berpikir cirik ‘cirit’ yang dimaksud adalah ‘kotoran manusia’ bukan cirik minyak ‘cirit minyak’ yang merupakan nama makanan. Ketidakterdugaan dan kelucuan inilah yang membuat toka-toki ini menjadi hiburan belaka bagi penikmatnya.

2.3.3 Menggoda
Di dalam masyarakat Kuantan Singingi, teka-teki juga berfungsi untuk menggoda orang lain. Toka-toki dengan fungsi ini berhubungan dengan pemikiran orang mengenai sesuatu yang porno atau cabul, seperti seks.

Baradu bulu samo bulu, ilang akal
‘beradu bulu sama bulu, hilang akal’

Jawab: urang tatiduar, bulu mato bagian ate dan bawah baradu
‘Orang tertidur, bulu mata bagian atas dan bawah beradu’
(Hamidy, 1995:172)

Orang berpikir jawaban teka-teki tersebut berhubungan dengan sesuatu yang porno. Pernyataan baradu bulu samo bulu, ilang akal ‘beradu bulu sama bulu, membuat orang mengasosiasikannya dengan kondisi orang yang sedang bersetubuh. Apalagi kemudian ditambah dengan pernyataan hilang akal yang membuat seolah asosiasi tersebut benar. Padahal jawabannya adalah orang yang tertidur.
Toka-toki yang membuat orang berpikir “jorok” tersebut disengaja untuk menggoda penerka dan orang-orang yang mendengar toka-toki ini. Tujuan ini akan lebih tercapai apabila diajukan kepada seorang gadis.

4. Bahasa Teka-teki

4.1 Kata Penanya dalam Toka-toki
Teka-teki merupakan permainan kata-kata yang membutuhkan jawaban. Oleh karena itu, sebagian besar teka-teki mengandung kata penanya. Di dalam teka-teki yang terdapat di Kuantan Singingi, kata penanya yang sering digunakan adalah kata penanya siapo; sapo ‘siapa’ dan apo ‘apa’.

4.1.1 Siapo; sapo
Salah satu kata penanya yang digunakan di dalam toka-toki Kuantan Singingi adalah kata tanya siapo ‘siapa’. Kadang kata siapo ini bervariasi dengan kata sapo, kata penanya yang menanyakan atau merujuk pada orang.

Sapo nen barani ngakok kapalo parasiden
Sapo ru?

‘Siapa yang berani memegang kepala presiden
Siapa itu?’

Sementara pada teka-teki di bawah ini penggunaan kata tanya sapo tidak berhubungan dengan jawaban teka-teki. Kata tanya pada teka-teki tersebut berfungsi sebagai penjebak bagi penerka teka-teki. Dengan tambahan kalimat Sapo dapek den tokok membuat orang yang memberikan teka-teki mendapatkan alasan untuk memukul si penerka kalau teka-teki itu dapat dijawab. Biasanya, teka-teki yang diajukan ini adalah teka-teki yang mudah dijawab.

Toka-toki kok, ular mati pandai merokok
Sapo dapek den tokok

‘toka-toki kok, ular mati pandai merokok
Siapa dapat saya pukul’

4.1.2 Apo (Apo ru, Apo lo ru, Apo tu, Apo jie kilen)
Kata penanya apo ‘apa’ dipakai untuk menanyakan barang atau benda. Di dalam toka-toki Kuantan Singingi apabila terdapat kata penanya ini berarti jawaban teka-teki yang diminta adalah berupa barang atau benda.

Cirik apo nan orun?
‘Cirit apa nan harum?’

Di dalam teka-teki, kata penanya apo ‘apa’ dapat terletak di dalam kalimat atau awal kalimat.

Apo ngan kamano poi mambao rumah?
‘Apa yang kemana pergi membawa rumah?’

Ada pula toka-toki yang diawali dengan cerita terlebih dahulu. Setelah itu, pada kalimat berikutnya muncullah kalimat tanya yang berhubungan dengan cerita yang disebutkan di muka. Kata tanya apo ‘apa’ di dalam kalimat tersebut bervariasi dengan kata ru atau tu, yang di dalam kalimat ini dapat diartikan ‘itu’, Apo lo ru ‘Apa pula itu?’ dan Apo gaak ru ‘Apa pula agaknya/kiranya itu’.

Ayiar, ayiar apo nen ndak bisa dimasuakkan ka botol?
Apo ga ak ru?

‘Air, air apa yang tidak bisa dimasukkan ke dalam botol?’
‘Apa agaknya itu/ apa kira-kira itu?’

Contoh-contoh di atas tidak menjelaskan berapa jumlah si penerka teka-teki. Dengan demikian, si penerka dapat berjumlah satu orang, tetapi dapat pula lebih. Namun, pada teka-teki berikut, kata tanya apo ‘apa’ diikuti kata ganti yang menunjukkan bahwa si penerka teka-teki berjumlah banyak, minimal dua orang. Hal itu tampak pada teka-teki di bawah ini yang menggunakan kata tanya apo yang bervariasi dengan kata ru kilen. Kata kilen itulah yang mengandung makna banyak, yang berarti ‘kalian’.

Kalau ka ruma urang tutupke pintu ru
Kalau poi urang bukak a e pintu ru
Apo ru kilen?

‘Kalau ke rumah orang, tutupkan pintunya
Kalau pergi orang bukakan pintunya
Apa itu [kata] kalian?’

5. Penggunaan Bahasa Literal dan Bahasa Metaforis
Bahasa yang digunakan di dalam toka-toki dapat bersifat literal (harfiah), tetapi dapat pula bersifat metaforis (kiasan). Hal tersebut dapat dilihat pada penjelasan berikut.

5.1 Bahasa Literal
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:679) literer adalah ‘berhubungan dengan tradisi tulis’. Adapun bahasa literer dapat diartikan sebagai bahasa yang berhubungan dengan bahasa tulis. Penggunaan bahasa ini berimplikasi pada makna kata atau kalimat yang bersifat literal pula, yaitu mengartikan sesuai dengan apa yang tertulis. Beberapa toka-toki Kuantan Singingi menggunakan bahasa jenis ini.

Disobuik sakali bulieh dimakan
Disobuik duo kali ndak bisa dimakan

‘Disebut sekali boleh dimakan
Disebut dua kali tidak bisa dimakan’

Pertanyaan disobuik sakali bulieh dimakan mempunyai jawaban kacang. Sedangkan pertanyaan kedua disobuik duo kali ndak bisa dimakan mempunyai jawaban kacang-kacang. Baik pertanyaan, maupun jawaban di atas mengandung makna literal karena keduanya mempunyai makna apa adanya; yang sebenarnya.

5.2. Bahasa Metaforis
Orang Melayu adalah orang yang cenderung berpikir metaforis (Hamidy, 2001:14). Hal ini disebabkan sifat orang Melayu yang cenderung mengemukakan sifat malu. Dengan demikian, mereka lebih suka mengatakan sesuatu secara tidak langsung dan mempergunakan perlambang-perlambang dan kiasan-kiasan untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran mereka.
Hal tersebut terlihat pula di dalam toka-toki. Penggunaan bahasa yang metaforis pada sebagian besar toka-toki yang terkumpul di dalam penelitian ini sangat menonjol.

Pak, pak picik pusek deen
Deen nak iduk a
Apo lo ru?
‘Pak, pak tekan/pencet pusat saya
Saya mau hidup’


Toka-toki di atas menggunakan bahasa yang metaforis. Masyarakat Melayu Kuantan Singingi membuat pertanyaan toka-toki yang mempunyai jawaban senter tersebut dengan mempergunakan kiasan. Tombol yang ada pada senter dianggap pusek ‘pusat’. Sementara nyala senter digambarkan sebagai keinginan sesuatu itu untuk hidup. Penggunaan kata “hidup” di dalam toka-toki tersebut berdasarkan diksi yang biasa digunakan masyarakat Melayu Kuantan Singingi, yang memilih kata hidup untuk kata menyala pada lampu atau senter.

http://www.sungaikuantan.com/2010/02/teka-teki-melayu-rantau-kuantan.html

0 comments:

Post a Comment